Pandangan Pertama: Kisah Nakal

Diposting pada Dilihat: 0


Cerita sex dewasa kali ini berasal dari kisah lama narasumber yang masih dipraktikkan hingga saat ini. Penasaran? Lihat kisahnya sekarang.

Namaku Romi, usiaku 30 tahun, dan sebagai seorang dokter, duniaku berputar di sekitar denyut nadi rumah sakit di Jakarta. Saya dibawa ke sebuah bengkel mobil di Jakarta Selatan suatu hari di tahun 2011. Saya hanya ingin mengantar mobil teman saya untuk diservis, dan saya tidak mengira akan bertemu dengan seseorang yang mengubah hari itu.

Tidak sengaja, saya melihat sosok seorang wanita saat mendaftar. Saya baru-baru ini mengetahui bahwa dia bernama Elena dan bekerja sebagai Lady Service Advisor di perusahaan tersebut. Sejujurnya, yang paling menarik perhatian saya adalah tubuhnya yang lekuk dan proporsional, meskipun kulitnya sawo matang.

Ia tanpa sengaja menoleh ke arahku saat aku menatapnya. Pandangan kami bertemu, dan entah mengapa, rasa aneh menjalar di dadaku. Dia menunduk malu setelah aku menjawabnya dengan senyum. Mobil teman selesai diservis sekitar satu jam kemudian. Elena sudah duduk di tempatnya saat kami menuju kasir. Sekali lagi, perspektif kami bertemu. Saya kembali tersenyum, dan saat dia membalas senyumku, jantungku berdegup kencang. Ya Tuhan, itu benar-benar luar biasa.

Aku tidak bisa menahan diri saat temanku pamit ke rumah. Saya mendapatkan nomor telepon bengkel dari kwitansi pembayaran. Saya menghubungi Elena melalui telepon. Suaranya yang menggetarkan dan seksi di seberang telepon berkata, “Halo, dengan siapa ini?”

“Ini Romi,” kataku, berusaha tetap tenang. “Saya yang tadi servis mobil dengan teman saya, yang tadi melihat kamu. Saya ingin berkenalan dengan Anda. ”

Oh, Pak Romi. Iya, saya ingat itu, Pak. “Ada kebutuhan apa, Pak?” tanya dia. Saya merasa sangat tertarik pada wanita ini.

Saya menjawab, “Saya ingin kenalan sama kamu, dan jika mungkin, saya berharap kita bisa ketemu lagi.”

“Memangnya kenapa Bapak mau ketemu saya lagi?” tanyanya, suaranya dipenuhi dengan nada geli.

“Karena kamu cantik, dan saya tertarik sama kamu sejak pertama memandang kamu tadi,” kataku, memutuskan untuk langsung menunjukkan keseluruhan perasaan saya.

“Bapak pintar merayu, ya.” Elena tertawa. Namun, saya tidak dapat melakukannya hari ini. Bagaimana jika bapak bertemu dengan saya di bengkel setelah saya pulang kerja besok lusa? Oke? ”

“Oke deh,” kataku tanpa mempertimbangkan.

Elena tidak menduga bahwa dia sangat ingin belajar menyetir mobil. Oleh karena itu, kami langsung menuju Parkiran, yang terletak di sebuah mall yang sepi dan umumnya digunakan untuk latihan mengemudi. Elena mulai berkeliling setelah aku duduk di sampingnya. Sebuah mobil di depan kami, yang juga sedang belajar, tiba-tiba mengerem dengan cepat. Karena Elena menginjak rem, mesin mobil akhirnya mati.

“Aduuh!” teriakan Elena. “Dada saya nyeri, Romi,” keluhnya sambil membentur setir.

Aku segera menepikan mobil dan bertukar tempat duduk lagi. Tangan saya tiba-tiba menyentuh dadanya saat saya melihatnya. Elena tertawa pelan. “Aahh, Romi,” kata dia.

Rasa semangat saya tiba-tiba meningkat. Selanjutnya, aku menciumi lehernya dan turun ke dadanya. Dengan cepat membuka bra-nya, aku terkejut melihat payudaranya yang besar. Saya menjadi lebih tidak terkendali. Kubelai putingnya, kugigit kecil, dan kemudian turun ke pusarnya dan perutnya. Celana dalamnya menghalangi ciumanku. Setelah menariknya ke bawah, aku menciumi bibir vaginanya, klitoris, dan area selangkangannya. Tubuhnya mengeluarkan aroma yang kuat di hidungku.

Liang vaginanya lembab. Elena mendesah, “Ooohh… terus, sayang… kamu luar biasa… aahh terus, Ferdy…”

“Siapa Ferdy?” tanyaku terkejut, menarik kepalaku.

Tetapi “foreplay” yang kulakukan sudah membuat Elena sangat terangsang, terutama ketika aku menciumi belakang telinganya. Elena menggeliat, merintih, dan membuka paksa kemeja dan celana jinsku. Bahkan dua kancing kemeja saya terlepas.

Kami pindah ke jok belakang mobil karena jok depan kurang leluasa. “Roomiii… buka dong celana dalam kamu… Elena sudah pengen banget nih… ayo, sayang,” rintih Elena.

Dengan semangat yang sama, aku segera membuka celana dalamku. Saya memasukkan penis saya yang sudah sangat tegang ke dalam vagina Elena. Kubenamkan dengan perlahan. “Aduh, nikmatnya!” Penisku dengan mudah bergerak keluar masuk karena sensasi basah di vagina Elena. Di dalam sana, aku merasakan kegembiraan. Elena menggeliat, meronta, dan akhirnya mendesah panjang sambil menggigit kuat bahuku. Sama-sama, saya merasakan cairan membasahi penis saya di bagian bawah vagina Elena.

Elena tersenyum puas, berkata, “Kamu hebat, Romi. Punyamu jauh lebih hebat dari punya pacarku.”

Aku baru mengetahui bahwa Ferdy adalah pacar Elena pada saat itu. Namun, siapa yang peduli? Wanita itu sendiri yang inginkannya. Saya kemudian meminta Elena untuk “nungging”, yang agak sulit juga di dalam mobil. Kaki dan selangkanganku beradu dengan pantatnya. Kami bergerak lebih cepat dan lebih cepat, sampai akhirnya aku tidak tahan lagi. Kumasukkan seluruh cairan maniku ke dalam vagina Elena sambil memegangnya erat di bahu dan rambutnya. “Creett… creett…” Ahh, menyenangkan.

Setelah itu, kami berbaring bertindihan dan berciuman penuh nafsu selama beberapa waktu. Kuantar Elena pulang ke tempat kosnya di dekat sebuah Mall Mewah di Jakarta Selatan sekitar pukul 22:00. Kulihat seorang pria duduk di luar harganya.

“Siapa dia, Elena?” saya bertanya.

“Itu dia Ferdy, pasangan saya,” jawab Elena dengan senyum.

“Kamu juga begituan sama dia?” tanyaku.

Iya, tetapi dia jauh lebih baik daripada kamu, Romi, karena dia baru keluar tiga menit. “Sangat buruk,” kata Elena.

“Dasar nakal kamu,” kataku, tersenyum.

Elena masuk ke rumah kosnya dan kami berciuman perpisahan. Setelah kembali ke rumah, aku tersenyum sendiri saat membayangkan pengalaman barusan. Elena hebat, meskipun Ferdy merasa kesal. Kristine, adik perempuan Elena yang bekerja di Wisma Nusantara, mengatakan bahwa sekarang dia mendengar Elena sudah menikah dengan Ferdy. Kami masih “berhubungan”, tentunya lebih hati-hati sekarang karena Ferdy, suami Elena, adalah “bloon”.